Stres Memicu Diabetes dan Sebaliknya, Ini Penjelasannya

Stres berkaitan dengan penyakit diabetes. Seseorang yang mengidap diabetes memiliki risiko dua sampai tiga kali mengalami depresi. Jika risiko stres ini meningkat, berpotensi komplikasi diabetes.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyatakan, hanya 25 persen hingga 50 persen orang dengan diabetes dan depresi yang menjalani pengobatan. Diabetes dan depresi dapat didorong oleh faktor biologis dan perilaku yang tumpang tindih, seperti peradangan, susah tidur, diet kurang nutrisi, dan gaya hidup yang tidak banyak bergerak.

Saat stres terjadi, tubuh akan memproduksi lebih banyak hormon kortisol atau biasa dikenal dengan hormon stres. Peningkatan hormon kortisol mengakibatkan kadar gula darah meningkat. Dengan begitu, ada hubungan antara gangguan tidur yang terkait dengan depresi dengan diabetes tipe 2.

Kondisi diabetes juga mengubah struktur dan fungsi otak. Para peneliti menyatakan, gula darah yang rendah dan gula darah tinggi secara signifikan mempengaruhi fungsi otak, terutama di daerah yang mengontrol kognisi dan suasana hati. Otak pada orang dengan diabetes tipe 1 memiliki asam amino spesifik yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak terkena diabetes. Asam amino spesifik tersebut berhubungan dengan gejala depresi.

Jadi, mengobati depresi dapat membantu pasien diabetes dalam mengontrol kadar gula darah. Biasanya orang yang menderita diabetes dan stres akan menjalani terapi secara bersamaan untuk mengobati keduanya. Selain itu, pasien diabetes juga harus mengubah gaya hidup yang lebih sehat, seperti olahraga teratur, makan makanan bergizi, cukup istirahat, serta memiliki dukungan dari keluarga dan teman.

ANDINI SABRINA | PSYCH CENTRAL

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *